IBU memiliki peran sangat penting dalam proses pendidikan keluarga. Seorang ibu yang baik dan shalihah, akan mempersiapkan anak-anaknya menjadi generasi unggul. Maka, tepatlah nasihat bijak yang mengatakan, jika ingin mendidik bangsa, maka didiklah kaum perempuan dengan baik.
Ahmad Syauq, peyair Arab berkata,” Al ummu madrasah al ula, idza aídadtaha aídadta syaíban thayyibal aíraq” (Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya, jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa berakar kebaikan).
Ibu, sebagai pendidik pertama dan utama bagi anakanaknya dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Seorang ibu yang rajin membaca Alquran, shalat malam, dan segala amalan baik lainnya, akan berpengaruh pada anaknya kelak setelah lahir. Demikian juga sebaliknya, perbuatan tidak baik akan memberikan dampak tidak baik.
Ibu menjadi guru pertama sebelum anak mengenal lingkungan di luar rumah, atau menempuh pendidikan formal. Ibulah yang memantapkan pondasi akidah, keimanan, mengajarkan akhlak dan perilaku yang baik. Anak lebih meniru sikap, perilaku dan segala hal yang melekat pada ibu dan bapaknya di rumah.
Tugas berat ada di pundak ibu, tentu saja dengan dukungan penuh bapak, sebagai pimpinan keluarga. Setiap saat harus menjaga dan mengawasi , anak-anak agar selalu berada di jalan yang baik. Jika anak-anak mendapatkan hal-hal yang tidka dair luar lingkungan keluarga, orang tua, utamanya ibu haruslah berupaya memberikan filter. Seiring tumbuh kembang anak, secara bertahap juga melatih dan membekali anak mengenal tanggung jawab.
Komunikasi yang baik harus terus dijalin. Terlebih setelah anak-anak hidup terpisah dari rumah. Kehadiran teknologi komunikasi yang canggih, hendaknya dapat dimanfaatkan dengan baik. Perempuan muslimah digambarkan, saat lahir menjadi jalan surga bagi kedua orang tuanya. Saat menikah, menyempurnakan separuh agama suaminya. Dan saat menjadi Ibu, Surga berada di telapak kakinya.
Dalm hadits disebutkan ”Al-jannatu tahta aqdamil ummahat” (Surga berada di bawah telapak kaki Ibu). Salah satu peran penting ibu adalah selalu menanamkan kejujuran pada anak-anaknya. Jangan sebaliknya, justru menggiring anaknya untuk berbuat tidak baik. Arti penting perempuan muslimah yang jujur dan cerdas, sebagai harapan panyambung lahirnya generasi unggul di masa depan.
Ada kisah menarik di zaman Amirul Mukminin Umar ibnu Khattab. Pada suatu malam, Khalifah yang ditemani aslam (sahabatnya), melihat keadaan rakyatnya. Pada saat beristirahat dan bersandar ke salah satu dinding rumah warga, mendengar percakapan seorang ibu penjual susu dengan anak perempuannya: ”Wahai anakku, ambillah susu itu dan campurlah dengan air biasa”.
Putrinya menjawab,”Wahai ibu, apakah ibu tak tahu keputusan yang diambil Amirul mukminin pada hari ini?” ”Memang apa keputusan yang diambilnya wahai putriku?” tanya sang ibu. ”Dia memerintahkan seseorang mengumumkan tak boleh mencampur susu dengan air,” jawab putrinya. ”Wahai putriku, ambil saja susu itu dan campurkan dengan air. Saat ini kamu berada di suatu tempat yang tak dapat dilihat oleh Umar.”
Putrinya menyahut,”Aku sama sekali tak mungkin mentaatinya saat ramai dan mendurhakainya saat sepi.” Umar kemudian menyuruh Aslam menyelidiki siapakah kedua ibu dan putri tersebut dan apakah sudah menikah, kemudian Aslam melapor yang menyuruh mencampur susu dengan air adalah ibu dan yang menolak adalah putrinya yang masih gadis.
Lalu Umar memanggil semua anak lelakinya dan menawarkan pada mereka apakah membutuhkan seorang istri untuk dinikahkan, akhirnya gadis tersebut menikah dengan anaknya yang bernama ëAshim. Dari gadis tersebut lahirlah seorang putri dan dari putri tersebut lahirlah Umar Bin Abdul Aziz, seorang khalifah zaman Bani Ummayah, yang terkenal keadilan dan kebesarannya.
Dari contoh gadis anak penjual susu tersebut, disamping pentingnya faktor kejujuran (hati), tak boleh diabaikan juga adalah kecerdasan gadis tersebut, karena hanya orang yang cerdas yang mampu menggunakan akalnya untukmembedakan mana yang baik dan buruk serta mengikuti perintah akal dan hatinya tersebut.
Di sini nampak, pentingnya peran orang tua dalam memilihkan pasangan hidup bagi anak-anaknya berdasarkan agama dan kemuliaan akhlak. Anak yang berakhlakul karimah terbentuk melalui bibit keturunan dan pendidikan yang baik. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, yang artinya,”Tiada seorang anak pun yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu baragama yahudi, nasrani, atau majusi.” (HR Bukhari-Muslim). Oleh karena itu wajarlah jika Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan yang sangat mulia, karena selain memiliki faktor yang sangat besar dalam pembentukan garis keturunan juga sangat menentukan dalam faktor pendidikan sebagai madrasah yang pertama dan utama bagi anak.
Layaklah dikatakan bahwa surga berada dibawah kaki ibu dan ibu adalah tiang negara. Sebab itu sungguh adalah suatu dosa dan durhaka orang tua terhadap anak jika memilih pasangan yang tidak baik, karena pertimbangan bersifat duniawi semata.
Sebentar lagi, Bangsa Indonesia akan memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember. Walau belakangan seolah ada pembelokan Peringatan Hari Ibu hanya semata ungkapan rasa cinta seluruh anggota keluarga kepada Ibu, misalnya giliran bapakbapak yang memasak untuk ibu dan keluarga hendaknya kita kembali kepada sejarah awal lahirnya Hari Ibu. Yakni, didasari kesadaran 30 organisasi perempuan yang mengadakan berkumpul di Yogyakarta, 22- 25 Desember 1928.
Konggres Perempuan Indonesia muncul didasari pada keinginan untuk meningkatkan peran peran perempuan atau kaum ibu dalam pendidikan dan pernikahan. Sudah selayaknya, kita sebagai kaum ibu, memanfaatkan momen peringatan Hari Ibu, untuk kembali mengingat akan peran dan tugas mulia, sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak kita. (kar-86)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pendidik-pertama-dan-utama/
Ahmad Syauq, peyair Arab berkata,” Al ummu madrasah al ula, idza aídadtaha aídadta syaíban thayyibal aíraq” (Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya, jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa berakar kebaikan).
Ibu, sebagai pendidik pertama dan utama bagi anakanaknya dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Seorang ibu yang rajin membaca Alquran, shalat malam, dan segala amalan baik lainnya, akan berpengaruh pada anaknya kelak setelah lahir. Demikian juga sebaliknya, perbuatan tidak baik akan memberikan dampak tidak baik.
Ibu menjadi guru pertama sebelum anak mengenal lingkungan di luar rumah, atau menempuh pendidikan formal. Ibulah yang memantapkan pondasi akidah, keimanan, mengajarkan akhlak dan perilaku yang baik. Anak lebih meniru sikap, perilaku dan segala hal yang melekat pada ibu dan bapaknya di rumah.
Tugas berat ada di pundak ibu, tentu saja dengan dukungan penuh bapak, sebagai pimpinan keluarga. Setiap saat harus menjaga dan mengawasi , anak-anak agar selalu berada di jalan yang baik. Jika anak-anak mendapatkan hal-hal yang tidka dair luar lingkungan keluarga, orang tua, utamanya ibu haruslah berupaya memberikan filter. Seiring tumbuh kembang anak, secara bertahap juga melatih dan membekali anak mengenal tanggung jawab.
Komunikasi yang baik harus terus dijalin. Terlebih setelah anak-anak hidup terpisah dari rumah. Kehadiran teknologi komunikasi yang canggih, hendaknya dapat dimanfaatkan dengan baik. Perempuan muslimah digambarkan, saat lahir menjadi jalan surga bagi kedua orang tuanya. Saat menikah, menyempurnakan separuh agama suaminya. Dan saat menjadi Ibu, Surga berada di telapak kakinya.
Dalm hadits disebutkan ”Al-jannatu tahta aqdamil ummahat” (Surga berada di bawah telapak kaki Ibu). Salah satu peran penting ibu adalah selalu menanamkan kejujuran pada anak-anaknya. Jangan sebaliknya, justru menggiring anaknya untuk berbuat tidak baik. Arti penting perempuan muslimah yang jujur dan cerdas, sebagai harapan panyambung lahirnya generasi unggul di masa depan.
Ada kisah menarik di zaman Amirul Mukminin Umar ibnu Khattab. Pada suatu malam, Khalifah yang ditemani aslam (sahabatnya), melihat keadaan rakyatnya. Pada saat beristirahat dan bersandar ke salah satu dinding rumah warga, mendengar percakapan seorang ibu penjual susu dengan anak perempuannya: ”Wahai anakku, ambillah susu itu dan campurlah dengan air biasa”.
Putrinya menjawab,”Wahai ibu, apakah ibu tak tahu keputusan yang diambil Amirul mukminin pada hari ini?” ”Memang apa keputusan yang diambilnya wahai putriku?” tanya sang ibu. ”Dia memerintahkan seseorang mengumumkan tak boleh mencampur susu dengan air,” jawab putrinya. ”Wahai putriku, ambil saja susu itu dan campurkan dengan air. Saat ini kamu berada di suatu tempat yang tak dapat dilihat oleh Umar.”
Putrinya menyahut,”Aku sama sekali tak mungkin mentaatinya saat ramai dan mendurhakainya saat sepi.” Umar kemudian menyuruh Aslam menyelidiki siapakah kedua ibu dan putri tersebut dan apakah sudah menikah, kemudian Aslam melapor yang menyuruh mencampur susu dengan air adalah ibu dan yang menolak adalah putrinya yang masih gadis.
Lalu Umar memanggil semua anak lelakinya dan menawarkan pada mereka apakah membutuhkan seorang istri untuk dinikahkan, akhirnya gadis tersebut menikah dengan anaknya yang bernama ëAshim. Dari gadis tersebut lahirlah seorang putri dan dari putri tersebut lahirlah Umar Bin Abdul Aziz, seorang khalifah zaman Bani Ummayah, yang terkenal keadilan dan kebesarannya.
Dari contoh gadis anak penjual susu tersebut, disamping pentingnya faktor kejujuran (hati), tak boleh diabaikan juga adalah kecerdasan gadis tersebut, karena hanya orang yang cerdas yang mampu menggunakan akalnya untukmembedakan mana yang baik dan buruk serta mengikuti perintah akal dan hatinya tersebut.
Di sini nampak, pentingnya peran orang tua dalam memilihkan pasangan hidup bagi anak-anaknya berdasarkan agama dan kemuliaan akhlak. Anak yang berakhlakul karimah terbentuk melalui bibit keturunan dan pendidikan yang baik. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, yang artinya,”Tiada seorang anak pun yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu baragama yahudi, nasrani, atau majusi.” (HR Bukhari-Muslim). Oleh karena itu wajarlah jika Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan yang sangat mulia, karena selain memiliki faktor yang sangat besar dalam pembentukan garis keturunan juga sangat menentukan dalam faktor pendidikan sebagai madrasah yang pertama dan utama bagi anak.
Layaklah dikatakan bahwa surga berada dibawah kaki ibu dan ibu adalah tiang negara. Sebab itu sungguh adalah suatu dosa dan durhaka orang tua terhadap anak jika memilih pasangan yang tidak baik, karena pertimbangan bersifat duniawi semata.
Sebentar lagi, Bangsa Indonesia akan memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember. Walau belakangan seolah ada pembelokan Peringatan Hari Ibu hanya semata ungkapan rasa cinta seluruh anggota keluarga kepada Ibu, misalnya giliran bapakbapak yang memasak untuk ibu dan keluarga hendaknya kita kembali kepada sejarah awal lahirnya Hari Ibu. Yakni, didasari kesadaran 30 organisasi perempuan yang mengadakan berkumpul di Yogyakarta, 22- 25 Desember 1928.
Konggres Perempuan Indonesia muncul didasari pada keinginan untuk meningkatkan peran peran perempuan atau kaum ibu dalam pendidikan dan pernikahan. Sudah selayaknya, kita sebagai kaum ibu, memanfaatkan momen peringatan Hari Ibu, untuk kembali mengingat akan peran dan tugas mulia, sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak kita. (kar-86)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pendidik-pertama-dan-utama/
Tag :
Mendidik Anak